Kamis, 19 Juni 2014

Pluie

Hujan di siang menjelang sore.
Ku dengar gemericik air membasahi angin tandus
dari balik dinding ruang sempit di sudut 
Kulangkahkan kaki membuka pintu,
perlahan berjalan dan kemudian kumulai berlari
Ku tatap langit mendung dari tangga yang ku pijaki
Di sini aku berdiri
Di antara setiap tetes yang membasahi kaki
Hujan, hujan di siang menjelang sore
tetesan demi tetesan ku nikmati irama yang mebasahi rambutku
Ku angkasa luas sepanjang sudut kota 
yang masih mampu ku pandangi
Awan sendu masih menyelimuti kota
Namun, rintikan air yang kurasa semakin merenggang
Ku nikmati tiap tetes yang masih mampu tuk ku sentuh
yang jatuh menyejukkan hati yang sunyi

Perlahan ku buka mata, 
sembari merasakan gemericik air
Namun, hujan di siang menjelang sore 
selalu tak mau menyapaku lebih lama
Tak seperti hujan di malam yang sepi
yang lebih lama menemaniku dalam diam

Hujan di siang menjelang sore,
kenapa engkau hanya singgah sejenak dalam hariku?
Ku masih ingin bersamamu
Merasakan udara dingin merasuk 
dalam nafasku yang masih terasa hangat
Lebih lamalah engkau bersamaku
Menemaniku sebelum ku kembali terduduk diam
dikesendirian dan kebersamaan yang semu

Terimakasih hujan, 
engkau telah membuat waktuku 
yang singkat bersamanya menjadi semakin panjang
Meski engkau hanya singgah,
tapi banyak yang bisa ku kenang lewat gemricikmu
antara aku dan kebersamaan


#Sesingkat hujan di siang menjelang sore.

Bukan puisi ataupun rangkaian diksi, hanya sepenggal kalimat yang mengisi
terlepas dari ambisi dan emosi.
Ingatan yang singkat yang tak mampu terkikis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar